Sabtu, 09 November 2013

Persalinan dengan Operasi Caesar

Persalinan Dengan Operasi Caesar 

      Tindakan operasi caesar ini hanya dilakukan jika terjadi kemacetan pada persalinan normal atau jika ada masalah pada proses persalinan yang dapat mengancam nyawa ibu dan janin. Keadaan yang memerlukan operasi caesar, misalnya gawat janin, jalan lahir tertutup plasenta (plasenta previa totalis), persalinan meacet, ibu mengalami hipertensi (preeklamsia), bayi dalam posisi sungsang atau melintang, serta terjadi pendarahan sebelum proses persalinan.
     Pada beberapa keadaan, tindakan operasi caesar ini bisa direncanakan atau diputuskan jauh-jauh hari sebelumnya. Operasi ini disebut operasi caesar elektif. Kondisi ini dilakukan apabila dokter menemukan ada masalah kesehatan pada ibu atau ibu menderita suatu penyakit, sehingga tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Misalnya ibu menderita diabetes, HIV/AIDS, atau penyakit jantung, caesar bisa dilakukan secara elektif atau darurat (emergency). Elektif maksudnya operasi dilakukan dengan perencanaan yang matang jauh hari sebelum waktu persalinan. Sedangkan emergency berarti caesar dilakukan ketika proses persalinan sedang berlangsung, namun karena suatu keadaan kegawatan maka operasi caesar harus segera dilakukan.

Operasi Caesar Terencana (elektif)

Pada operasi caesar terencana (elektif), operasi caesar telah direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin. Beberapa keadaan yang menjadi pertimbangan untuk melakukan operasi caesar secara elektif, antara lain :
1. Janin dengan presentasi bokong : Dilakukan operasi caesar pada janin presentasi bokong pada kehamilan pertama, kecurigaan janin cukp besar sehingga dapat terjadi kemacetan persalinan (FETO PELPIC DISPROPORTION), janin dengan kepala menengadah (DEFLEKSI), janin dengan lilitan tali pusat, atau janin dengan presentasi kaki.
2. Kehamilan kembar : Pada kehamilan kembar dilihat presentasi terbawah janin apakah kepala, bokong, atau melintang. Masih mungkin dilakukan persalinan pervaginam jika persentasi kedua janin adalah kepala-kepala. Namun, dipikirkan untuk melakukan caesar pada kasus janin pertama/terbawah selain presentasi kepala. pada USG juga dilihat apakah masing-masing janin memiliki kantong ketuban sendiri-sendiri yang terpisah, atau keduanya hanya memiliki satu kantong ketuban. Pada kasus kehamilan kembar dengan janin hanya memiliki satu kantong ketuban, resiko untuk saling mengait/menyangkut satu sama lain terjadi lebih tinggi, sehingga perlu dilakukan caesar terencana.Pada kehamilan ganda dengan jumlah janin lebih dari dua (misal 3 atau lebih), disarankan untuk melakukan operasi caesar terencana.
3. Plasenta previa : artinya plasenta terletak dibawah dan menutupi mulut rahim. Karena sebelum lahir janin mendapat suplai makanan dan oksigen, maka tidak mungkin plasenta sebagai media penyuplai lahir/ lepas terlebih dulu dari janin karena dapat mengakibatkan kematian janin. Plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah, lokasi plasenta yang menutupi jalan lahir, sangat rawan dengan terjadinya pendarahan. Apabila terjadi kontraksi pada rahim, maka sebagian plasenta yang kaya pembuluh darah ini akan terlepas dan menimbulkan pendarahan hebat yang dapat mengancam nyawa janin dan ibu.
4. Kondisi medis ibu : preeklamsia, kencing manis (diabetes militus), herpes, penderita HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru kronik, atau tumor rahim (mioma) yang ukurannya besaratau menutupi jalan lahir, kista yang menghalangi turunnya janin, serta berbagai keadaan lain merupakan hal-hal yang menyebabkan operasi caesar lebih diutamakan.
5. Masalah pada janin : Misanya pada janin dengan oligohidramnion (cairan ketuban sedikit) atau janin dengan gangguan perkembangan.

Opereasi Caesar Darurat (Emergency)

Yang dimaksud operasi caesar darurat adalah jika operasi dilakukan ketika proses persalinan telah berlangsung. Hal ini terpaksa dilakukan karena ada masalah pada ibu maupun janin. Beberapa keadaan yang memaksa terjadinya operasi caesar darurat, antara lain :

Persalinan macet

Keadaan ini dapat terjadi pada fase pertama (fase lilatasi) atau fase kedua (ketika Anda mengejan). Jika persalinan macet pada fase pertama, dokter akan memberi obat yang disebut oksitosin untuk menguatkan kontraksi otot-otot rahim. Dengan demikian mulut rahim dapat membuka. Ada teknik lain, yaitu memecahkan selaput ketuban atau memberikan cairaan infus intrafena jika Anda kekurangan cairan /dehidrasi. Jika cara-cara itu tidak berhasil, maka operasi caesar akan dilakukan.
Jika persalinan macet pada fase kedua, dokter harus segera memutuskan apakah persalinan dibantu dengan vakum atau forsep atau perlu segera dilakukan operasi caesar. Hal yang menjadi   pertimbangan untuk melanjutkan persalinan pervaginam dengan alat (berbantu) atau operasi caesar, tergantung pada penurunan kepala janin didasar tanggul, keadaan tanggul ibu, dan ada tidaknya kegawatan pada janin.
Persalinan macet merupakan penyebab tersering operasi caesar. Beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan ialah kontraksi tidak lagi efektif, janin terlalu besar semantara jalan lahir ibu sempit, dan posisi kepala janin yang tadak memungkinkan dilakukan penarikan dengan vakum maupun forsep.

Stres pada janin

Ketika janin stres, dia akan kekurangan oksigen. Pada pemeriksaan klinik tanpak bahwa denyut jantung janin menurun. Secara normal, selama terjadi kontraksi denyut jantung      janin menurun sedikit, namun akan kembali ke prekwensi asalnya, jika :
- Prolaps tali pusat: jika tali pusat keluar melalui mulut rahim, dia bisa terjepit, sehingga suplai darah dan oksigen kejanin berkurang. Keadaan ini berbahaya jika janin dilahirkan secara normal lewat vagina, sehingga memerlukan tindakan operasi caesar segara.
- Perdarahan : Jika Anda mengalami perdarahan yang banyak akibat plasenta terlepas dari rahim, atau karena alasan lain, maka harus dilakukan operasi caesar.
- Stres janin berat : Jika denyut jantung janin menurun sampai 70x per menit, maka harus segera dilakukan operasi caesar. Normalnya denyut jantung janin adalah 120/160x per menit.

Teknik Pembiusan

Sebelumnya, Anda akan dibius oleh dokter ahli anestesi agar tidak merasakan nyeri. Cara pembiusan ada dua macam, yaitu secara regional atau bius umum.
Pertama, pembiusan secara regional dilakukan pada daerah tulang belakang. Cara ini disebut anestesi spinal. Anda masih sadar namun bagian perut hingga kaki tidak dapat merasakan apapun. Kemudian, sayatan pada bagian perut pun dimulai. Pertama adalah menyayat dinding perut bagian bawah sepanjang kurang lebih 20 cm. Dilanjutkan dengan menyayat dinding rahim sampai bayi tampak. Bayi pun dikeluarkan perlahan dilanjutkan dengan plasenta dan tali pusat. Jika tidak ada komplikasi,semua proses ini memerlukan waktu kurang lebih 20/30 menit. Anda segera pulih pasca operasi.
Kedua, pembiusan secara umum, pada keadaan ini Anda tidak sadar. Pembiusan dilakukan dengan cara memasang alat bantu napas yang disebut intubasi. Selama pembiusan, sistim pernapasan Anda dibantu dan dimonitor dengan alat. Pembiusan secara umum dilakukan jika kondisi Anda tidak memungkinkan untuk dilakukan bius regional/spinal.

Cara Operasi Caesar Dilakukan

Paling sering dibuat sayatan horizontal (mendatar) pada kulit diperut bagian bawah, kadang dilakukan sayatan vertikal, tergantung situasi dan penyulit saat operasi dilakukan, biasanya otot perut tidak perlu dipotong. Selanjutnya dilakukan insisi/sayatan pada rahim, cairan amnion diisap, dan bayi ditarik keluar dengan hati-hati. Biasanya oprasi ini dilakukan oleh dua orang dokter, seorang dokter ahli obstetri dan seorang dokter asisten. Ketika bayi keluar, tali pusat dijepit dan dipotong, lalu plasenta dikeluarkan, dan rahim diperiksa secara menyeluruh. Jika tidak ada riwayat operasi caesar yang menyebabkan perletakan pada rahim atau pengangkatan tumor dirahim sebelumnya, maka sampai pada tindakan ini diperlukan sekitar waktu 15 menit. setelah bayi lahir, plasenta dikeluarkan. Setelah bayi dan plasenta lahir, dokter akan menjahit jaringan yang dipotong tadi. Diperlukan waktu sekitar 30 menit, total tindakan memakan waktu sekitar 60 menit. Jika Anda pernah dioperasi caesar sebelumnya waktu yang dibutuhkan lebih lama, tergantung situasi dan dokter yang menangani Anda. Pada persalinan kembar, butuh waktu 5 menit setiap kali mengeluarkan bayi.

Proses Penyembuhan

Pada hari pertama setelah melahirkan, jika diperlukan, Anda diberikan obat dalam dosis rendah. Beberapa dokter akan membolehkan Anda mulai makan padat dalam 24 jam pertama. Adapula yang menunggu sampai Anda buang angin (kentut) yang menandakan bahwa usus sudah berfungsi normal.
Pada hari kedua, Anda akan merasa tidak nyaman pada perut. Hal ini terjadi karena organ pencernaan kembali beraktipitas secara normal setelah mendapat obat penghilang rasa sakit yang menghentikan aktipitasnya.
Kesembuhan masing-masing ibu berbeda tergantung dari daya tahan dan efek obat bius yang digunakan. Jika selama pemantauan kondisi Anda stabil, maka dokter akan mengijinkan Anda pulang. Jangan lupa kontrol kembali kedokter, kira-kira setelah dua minggu.

 

Persalinan prematur

Persalinan Prematur

A. DefinisiPartus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28-36 minggu. (Wiknjosastro, 2002 : 314).
Persalinan pretern adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan 20-37 minggu (Mansjoer, 2000 : 274).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram (Manuaba, 1998 : 221).





B. EtiologiMenurut Surasmi (2003) bahwa penyebab persalinan prematur dibagi 3 yaitu :
Faktor Ibua. Toksemia gravidarum yaitu PE dan Eklamsi.
b. Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bicornis, incompeten serviks).
c. Tumor (misal : mioma uteri, sistoma).
d. Ibu yang menderita penyakit antara lain :
1) Akut dengan gejala panas tinggi (tifus abdominalis, malaria).
2) Kronis (TBC, penyakit jantung).
e. Trauma pada masa kehamilan
1) Fisik (misal : jatuh).
2) Psikologis (misal : stress).
f. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
g. Placenta (misal : placenta previa, soluti placenta).
Faktor Janina. Kehamilan ganda
b. Hidramnion
c. KPD ( ketuban pecah dini)
d. Cacat bawaan
e. Infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis)
f. Insufisiensi placenta
g. Inkompatibilitas darah ibu dan janin (factor rhesus, golongan darah A, B, O)
Faktor placentaa. Placenta previa
b. Solusio placenta






C. Tanda dan GejalaPada kehamilan kurang dari 37 minggu terjadi kontraksi uterus yang teratur, semakin kuat dan sering, disertai tanda persalinan normal lainnya, dankemudian diikuti dengan lahirnya bayi yang belum cukup umur dengan berat badan 2500 gram (Dinkes, 2001 : 40).
Menurut Herron (1982) bahwa keluhan dan gejala lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis dini wanita hamil dengan resiko untuk persalinan preterm :
a. Keluarnya mucus dari serviks, sering sedikit berdarah.
b. nyeri punggung bawah
c. tekanan panggul yang disebabkan oleh desensus janin
d. kram mirip menstruasi
e. kram intestinal dengan atau tanpa diare.



D. DiagnosaMenurut Mansjoer (1999) bahwa diagnosa dari persalinan prematur ada 2 yaitu :
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum : tampak wajah pucat, pembesaran kelenjar lympe di belakang telinga.
b. Pemeriksaan abdomen : TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hb 7% gram
b. USG : TBJ = 2325 gram



E. PenangananMenurut Syaifuddin (2001), bahwa penanganan persalinan prematur ada 2 yaitu :
Penanganan umum
a. Lakukan evaluasi cepat keadaan umum ibu.
b. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Penilaian khususa. Penilaian klinik
1) Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginan dan diikuti salah satu berikut ini:
2) Pada periksa dalam :
a) Pendataran 50 - 80% atau lebih.
b) Pembukaan 2 cm atau lebih.
3) Mengukur panjang serviks dengan vaginal proses USG :
a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan premature.
b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan premature.
c) Cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi kelahiran premature.
b. Penanganan
Perlu dilakukan penilaian tentang :
1) Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin.
2) Demam atau tidak.
3) Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan congenital, dan sebagainya) dengan USG.
4) Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi irisan seksio sesarea.
5) Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatalogis, bila dirujuk sesuai dengan prinsip penanganannya.
6) Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran, atau
7) Siapkan penanganan selanjutnya
8) Upaya menghentikan kontraksi uterus :
a) Pemberian obat
Kemungkinan obat - obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu.
Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila :
· Umur kehamilan < 35 minggu
· Pembukaa.n seviks < 3 cm
· Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif.
· Tdak ada gawat janin.
b) Perawatan di RS
Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan eyaluasi terhadap hisdan pembukaan.
· Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin.
· Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selama 12 jam (berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selama 6 jam).
· Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Pemberian antibiotika, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah golongan aerob Gram (+) dan (-), anaerob dan lain - lain yang berasal dari :
· Biasanya flora normal dari vagina/rectum.
· Kadang eksogen akibat tindakan yang aseptic (grup A streptokokus).
Obat tokolitik yang dianjurkan :
Berikan obat-obatan tokolitik tidak > 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau cairan pervaginan, djj, gula darah).
c. Persalinan berlanjut
Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan menyetop kontraksi uterus bila :
o Umur kehamilan lebih dari 35 minggu.
o Serviks membuka lebih dari 3 cm.
o Perdarahan aktif.
o Janin mati dan adanya kelainan congenital yang kemungkinan hidup kecil.
o Adanya khorioamnionitis.
o Preeklampsia.
o Gawatjanin.
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi premature cukup tinggi). 


F. KomplikasiMenurut Syaifuddin (2001), bahwa komplikasi persalinan premature ada 2 yaitu :
Terhadap ibu
a. Tidak terlalu berbahaya
b. Kemungkinan kehamilan premature kembali terulang
Terhadap janina. Mudah terkena infeksi
b. Perkembangan dan pertumbuhannya sering terlambat. 


G. PrognosaMenurut Syaifuddin (2001), bahwa prognosanya sebagai berikut :
Partus premature merupakan sebab kematian neonatal yang terpenting, kejadian ± 7% dari semua kelahiran hidup.


H. PencegahanMenurut Manuaba (1998), bahwa pencegahan persalinan premature ada 3 yaitu :
Ibu harus mempersiapkan diri untuk hamil.
Lakukan pemeriksaan intensif
Mengatur jarak kehamilan.

persalinan dengan forceps

Definisi
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala. Ekstraksi cunam adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin ( kepala ) dengan alat cunam. 

Tujuan
Menurut Rustam Mochtar 1998, persalinan dengan ekstraksi forceps bertujuan:
1.      Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
2.      Koreksi yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil dikiri atau dikanan   depan atau sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK ki /ka belakang menjadi UUK depan ( dibawah symphisis pubis)
3.      Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala

Jenis Tindakan Forceps
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan  beberapa macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
1.      Forceps rendah
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
2.      Forceps tengah
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps tengah adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vaccum.
3.      Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.

Indikasi
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah
1.      Indikasi ibu
a.       Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.
b.      Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan lahir artinya partus sudah berlangsung lama.
c.       Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia berbau.
d.      Eklamsi yang mengancam
e.       Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV,  pembukaan cervix lengkap, ketuban sudah pecah atau  2jam mengedan janin belum lahir juga
f.       Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal  Ibu dengan decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang),  pre eklamsi berat,  ibu dengan asma broncial.
g.      Partus tidak maju-maju
h.      Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
2.      Indikasi janin
a.       Gawat janin
b.      Tanda-tanda gawat janin antara lain :
c.       Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan tidak teratur, adanya mekonium (pada janin letak kepala)
d.      Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik
              
Syarat Dilakukan Forcep
Syarat-syarat untuk dapat melakukan ekstrasksi forceps antara lain:
1.        Pembukaan lengkap
2.        Selaput ketuban telah pecah atau dipecahkan
3.        Presentasi kepala dan ukuran kepala cukup cunam
4.        Tidak ada kesempitan panggul
5.        Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
6.        Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar panggul)
7.        Kontraksi baik
8.        Ibu tidak gelisah atau kooperatif                                      

Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps meliputi
1.        Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak bulat dan keras lagi sehingga kepala sulit dipegang oleh forceps
2.        Anencephalus
3.        Adanya disproporsi cepalo pelvik
4.        Kepala masih tinggi
5.        Pembukaan belum lengkap
6.        Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
7.        Jika lingkaran kontraksi patologi  bandl sudah setinggi pusat atau lebih


Komplikasi
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
1.        Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
a.    Perdarahan yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta trauma jalan lahir yang meliputi  ruptura uteri, ruptura cervix, robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum.
b.     Infeksi yang terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta saat melakukan pemeriksaan dalam
Komplikasi segera pada bayi
a.      Asfiksia karena terlalu lama di dasar panggul sehingga  terjadi rangsangan pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma langsung jaringan  otak.
b.      Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar ke bayi
c.    Trauma langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
2.        Komplikasi kemudian atau terlambat
Komplikasi pada ibu
a.     Perdarahan yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
b.      Infeksi
c.       Penyebaran infeksi makin luas
d.   Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal, terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero vaginal.
Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
a.       Trauma ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forceps
b.   Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan kematian serta encefalitis sampai meningitis.
c.       Gangguan susunan saraf pusat
d.      Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual.
e.       Gangguan pendengaran dan keseimbangan.

Perawatan Setelah Ekstraksi Forceps
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan post partum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat, karena kemungkinan terjadi trias komplikasi lebih besar yaitu perdarahan robekan jalan lahir dan infeksi.Oleh karena itu perawatan setelah ekstraksi forceps memerlukan profilaksis pemberian infus sampai tercapai keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi rahim menjadi kuat dan pemberian anti biotika untuk menghindari infeksi.

persalinan dengan vakum

Persalinan Dibantu Vacuum

        Setiap ibu hamil pasti menginginkan agar kelak ia bisa melahirkan dengan normal dan lancar. Namun bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya? Misalnya terjadi gawat janin sehingga dokter harus melakukan tindakan medis. Nah, salah satu tindakan medis untuk membantu persalinan adalah dengan vacuum.

Namun terkadang, meskipun dalam kondisi darurat biasanya si ibu masih berusaha ‘mati-matian’ agar bayinya tidak lahir dengan bantuan vacuum. Mengapa? Selain alasan takut kelak anaknya menjadi bodoh, si ibu percaya bahwa melahirkan dengan bantuan vacuum juga akan membuat perubahan bentuk pada kepala anaknya. Benarkah demikian?
 
 Apakah vacuum itu?

Merupakan alat bantu persalinan berbentuk seperti sendok atau mangkuk khusus dari plastik atau logam yang berfungsi untuk ‘menghisap’ agar bayi keluar dari mulut rahim. Cara kerjanya sangat sederhana, yaitu vacuum diletakkan di atas kepala bayi, kemudian ada selang yang menghubungkan mangkuk ke mesin yang bekerja dengan listrik atau pompa. Vacuum hanya digunakan saat mulut rahim sudah terbuka penuh dan kepala bayi sudah berada di bawah mulut panggul.

Faktor indikasi

Persalinan dengan vacuum dilakukan bila ada indikasi membahayakan kesehatan serta nyawa si ibu atau anak, maupun keduanya. Indikasi pada ibu, misalnya karena persalinan yang berlangsung cukup lama sehingga ibu sudah kehilangan banyak tenaga, ibu sudah pernah melakukan persalinan melalui operasi sebelumnya, ibu menderita penyakit tertentu seperti jantung, darah tinggi (hipertensi) atau pre-eklampsia. Indikasi pada anak, misalnya terjadinya gawat janin atau kepala bayi tertahan di bagian panggul sehingga janin sulit untuk keluar.
Vacuum ada syaratnya
Dokter akan memutuskan si ibu harus melakukan vacuum apabila:
Tak ada disproporsi kepala panggul. Artinya, panggul ibu tidak sempit atau anaknya tidak terlalu besar.

  • Pembukaan ibu harus sudah lengkap.
  • Ketuban sudah pecah.
  • Jika dalam proses vacuum ternyata kepala si bayi tak mau turun juga maka penarikan atau proses vacuum harus segera dihentikan. Selanjutnya ibu harus langsung menjalani operasi caesar.
Berapa lama prosesnya?

Proses persalinannya sendiri menghabiskan waktu tak lebih dari 10 menit. Tapi, dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk menjalani seluruh prosedur.

Dampaknya

Persalinan vacuum tak berdampak buruk bagi ibu. Kalaupun ada paling hanya terjadi laserasi atau perlukaan pada jalan lahir, juga perdarahan di jalan lahir.

Sedangkan pada bayi, risiko vacuum secara umum adalah terjadinya luka atau lecet di kulit kepala. Ini pun dapat diobati dengan obat antiseptik. Bisa pula terjadi cephal hematoma atau pendarahan yang tidak keluar di antara tulang-tulang kepala, berwarna merah kebiruan. Kondisi ini biasanya akan hilang sendiri setelah bayi usia seminggu. Bisa saja terjadi pendarahan infrakranial (pendarahan dalam otak). Namun untungnya, kasus seperti ini jarang sekali terjadi.


vakumVI. Teknik Ekstraksi
• Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui posisi kepala, apakah ubun-ubun kecil terletak di depan atau kepala, kanan/kiri depan, kanan/kiri belakang untuk menentukan letak denominator.
• Lakukan episiotomi primer dengan anestesi lokal sebelum mangkuk dipasang pada primigravida. Sedangkan pada multipara, episiotomi dilakukan tergantung pada keadaan perineum. Dapat dilakukan episiotomi primer atau sekunder (saat kepala hampir lahir dan perineum sudah meregang) atau tanpa episiotomi.
• Lakukan pemeriksaan dalam ulang dengan perhatian khusus pada pembukaan, sifat serviks dan vagina, turunnya kepala janin dan posisinya. Pilih mangkuk yang akan dipakai. Pada pembukaan serviks lengkap, biasanya dipakai mangkuk nomor 5.
• Masukkan mangkuk ke dalam vagina, mula-mula dalam posisi agak miring, dipasang di bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Pada presentasi belakang kepala, pasang mangkuk pada oksiput atau sedekat-dekatnya. Jika letak oksiput tidak jelas atau pada presentasi lain, pasang mangkuk dekat sakrum ibu.
• Dengan satu atau dua jari tangan, periksa sekitar mangkuk apakah ada jaringan serviks atau vagina yang terjepit.
• Lakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga – 0,2 kg/ cm2, tunggu selama 2 menit. Lalu naikkan tekanan – 0.2 kg/cm2 tiap 2 menit sampai sesuai tenaga vakum yang diperlukan, yaitu – 0,7 samapi – 0,8 kg/cm2.
• Sebelum mengadakan traksi, lakukan pemeriksaan dalam ulang, apakah ada bagian lain jalan lahir yang ikut terjepit.
• Bersamaan dengan timbulnya his, ibu diminta mengejan. Tarik mangkuk sesuai arah sumbu panggul dan mengikuti putaran paksi dalam. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk agar selalu dalam posisi yang benar, sedang tangan kanan menarik pemegang. Traksi dilakukan secara intermiten bersamaan dengan his. Jika his berhenti traksi juga dihentikan.
• Lahirkan kepala janin dengan menarik mangkuk ke atas sehingga kepala melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion, sementara tangan kiri penolong menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, lalu mangkuk dilepas. Lama tarikan sebaliknya tidak lebih dari 20 menit, maksimum 40 menit.

VII. TIPS
- Jangan memutar kepala bayi dengan cara memutar mangkok. Putaran kepala bayi akan terjadi sambil traksi.
- Tarikan pertama menentukan arah tarikan.
- Jangan lakukan tarikan di antara his.
- Jika tidak ada gawat janin, tarikan “terkendali” dapat dilakukan maksimum 30 menit.
VIII. Kegagalan
• Ekstraksi vacum dianggap gagal jika :
- Kepala tidak turun pada tarikan.
- Jika tarikan sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit,
- Mangkok lepas pada tarikan pada tekanan maksimum.
• Setiap aplikasi vacum harus dianggap sebagai ekstraksi vacum percobaan. Jangan lanjutkan jika tidak terdapat penurunan kepala pada setiap tarikan.

IX. Penyebab Kegagalan
o Tenaga vacum terlalu rendah
o Tekanan negatif dibuat terlalu cepat.
o Selaput ketuban melekat.
o Bagian jalan lahir terjepit.
o Koordinasi tangan kurang baik.
o Traksi terlalu kuat.
o Cacat alat, dan
o Disproporsi sefalopelvik yang sebelumnya tak diketahui.

X. Komplikasi
- Ibu : ♦ Perdarahan akibat atonia uteri / trauma.
♦ Trauma jalan lahir
♦ Infeksi
- Janin : ♦ Aberasi dan laserasi kulit kepala.
♦ Sefalhematoma, akan hilang dalam 3 – 4 minggu.
♦ Nekrosis kulit kepala
♦ Perdarahan intrakranial sangat jarang
♦ Jaundice.
♦ Fraktur klavikula
♦ Kerusakan N.VI dan VII.

persalinan spontan dengan induksi

PERSALINAN SPONTAN DENGAN INDUKSI


Konsep Dasar
1. Konsep Fisiologi Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Manuaba, 1998:157).
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Mansjoer, A., 2001: 291).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Saifuddin, 2002: 100).
Persalinan adalah proses pegeluaran hasil konsepsi (janin / uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar kandungan, melalui jalan lahir atau jalan lain. (Dhita Yuniar, 2009: 1).
Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Mitrariset, 2009 : 1).
b. Bentuk Persalinan
Bentuk-bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:
1) Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2) Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3) Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
(Manuaba, 1998: 157).

c. Kala Persalinan
Persalinan dibagi dalam 4 Kala, yaitu:
1) Kala I
Ibu dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show) lendir bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedang darah berasal dari pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis pecah karena pergeseran ketika servik membuka.
Proses pembukaan servik sebagai akibat his terbagi dalam 2 fase, yaitu:
a) Fase laten : berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b) Fase aktif : terbagi dalam 3 fase, yaitu :
(1) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.
(2) Fase dilatasi, maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat 9 cm.
(3) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap (10 cm).
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir lengkap atau bahkan sudah pembukaan lengkap. Apabila ketuban telah pecah sebelum pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I dianggap selesai apabila pembukaan servik telah lengkap 10 cm, pada Primigravida Kala I berlangsung  15 jam sedangkan pada multipara  7 jam.
2) Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk rongga panggul maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan. Karena perineum mulai meregang dan menjadi lebar dengan anus membuka, labia membuka, dan tidak lama kemudian kepala tampak di daerah vulva pada waktu his, bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi kepala janin tidak masuk lagi dan lahirlah dahi, mata, muka dan dagu melewati perinium setelah ibu tarik napas sejenak, pada saat his ibu mengedan untuk mengeluarkan bayi seluruhnya. Pada primi gravida kala II terjadi selama kira-kira 1,5 jam dan pada multi para berlangsung kira-kira setengah jam.
3) Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4) Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya placenta sampai 2 jam pertama postpartum.
(Mochtar. 1998: 94).
d. Tanda-tanda Permulaan Persalinan
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan, dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.
2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
4) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus.
5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah.
(Mochtar, R. 1998: 93).
e. Sebab-sebab yang Menimbulkan Persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan belum diketahui dengan jelas, ada banyak faktor yang memegang peranan penting sehingga terjadi persalinan. Di bawah ini ada beberapa teori tentang penyebab timbulnya persalinan, yaitu:

1) Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kejang pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
2) Teori placenta menjadi tua
Akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero-placenter.
4) Teori iritasi mekanik
Di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan akan timbul kontraksi.
5) Induksi partus
Amniotomi: pemecahan ketuban
Oksitosin drips: pemberian oksitosin menurut tetesan per infus.
(Mochtar, R. 1998: 92).
2. Konsep Persalinan Induksi
a. Pengertian Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu. (Wiknjosastro, 2007: 73).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti, 2009: 1).
b. Indikasi Persalinan Induksi
1) Indikasi janin
a) Kehamilan lewat waktu.
b) Ketuban pecah dini.
c) Janin mati.
2) Indikasi Ibu
a) Kehamilan dengan hipertensi.
b) Kehamilan dengan diabetes mellitus.
3) Indikasi Kontra
a) Malposisi dan malpresentasi janin
b) Insufisiensi plasenta
c) Disproporsi sefalopelvik
d) Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enukleasi miom.
e) Grande multipara
f) Gemeli
g) Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
h) Plasenta previa.
(Wiknjosastro, 2007: 73-78).
c. Patofisiologi
Skema 2.1 Patofisiologi Induksi
Kehamilan lewat waktu HT, DM Kematian janin KPD
Ketegangan psikologis
Penurunan kadar estriol dan plasental laktogen
Fungsi plasenta menurun
Induksi

Penjelasan Patofisiologi :
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis/kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. (http://akhtyo.blogspot.com/2008/11/induksi-persalinan.html)
3. Fisiologi Nifas
a. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa pulih kembali dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu. (Mochtar, R. 1998: 115).
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Wiknjosastro, 2002: 237).
b. Periode nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau sewaktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
(Manuaba, 1999: 117).
c. Perubahan Fisiologis Maternal Pada periode Pasca Partum
1) Menurut Mochtar (1998: 115)
a) Uterus secara berangsur-angsur mengalami perubahan menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tabel 2.1 Tingg¬i Fundus Uterus dan Berat Uterus menurut Masa Involusi

Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat uterus
Bayi lahir
Uri lahir
1 Minggu
2 Minggu
6 Minggu
8 Minggu Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat simfisis
Tidak teraba di atas simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal 100 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
(Mochtar, R. 1998:115).
Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang  15 cm, lebar  12 cm dan tebal  10 cm. Pada bekas implantasi plasenta lebih tipis dari pada bagian lain yang merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter  7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 mg diameternya 3,5 cm pada 6 minggu mencapai 2,4 cm. (Wiknjosastro, 2002:237).
b) Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Lochea dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
(1) Lochea rubra (cruentra): lochea yang terdiri dari darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban selama 2 hari pasca persalinan.
(2) Lochea sanguinolenta: lochea yang berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
(3) Lochea serosa: lochea yang berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
(4) Lochea alba: lochea yang berupa cairan putih, setelah 2 minggu.
(5) Lochea purulenta: apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
(6) Locheostasis: lochea yang tidak lancar.
c) Servik
Setelah persalinan bentuk servik agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim. Setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui oleh 1 jari.
d) Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali.
2) Menurut Bobak, (2005: 496-502), perubahan fisiologis pada ibu post partum adalah sebagai berikut:
a) Sistem reproduksi dan struktur terkait dalam proses involusi.
(1) Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini mulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ke-3 persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 gram.
Dalam waktu 12 jam tinggi fundus uteri mencapai ± 1 cm di atas umbilicus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 pasca partum fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Pada hari ke-9 uterus tidak dapat dipalpasi pada abdomen. Uterus yang pada waktu penuh beratnya 11 x berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi 500 gram. Satu minggu setelah melahirkan 300 gram sampai dua minggu setelah lahir. Pada minggu ke-6 beratnya menjadi 50-60 gram.
(2) Kontraksi
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama ini, biasanya suntikan oksitosin secara intravena dan intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
(3) Afterpains
Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misal: pada bayi besar, kembar) menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
(4) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta lahir dan ketuban dikeluarkan kontraksi vascular dan trombosis menurun tempat plasenta kesatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Proses penyembuhan yang unik ini memerlukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan inplantasi dan plasenta untuk kehamilan di masa yang akan datang.
(5) Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir disebut lochea.
a. Lochea rubra : mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik setelah 3-4 hari.
b. Lochea serosa : terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayinya lahir.
c. Lochea alba : mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri.
(6) Servik
Servik menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam pasca partum, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula, muara servik yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. 2 jari mugkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangki kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2.
(7) Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita multipara.
(8) Topangan otot panggul
Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali tonus semula yang disebut relaksasi panggul, struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih dan rectum.
b) Sistem Endrokin
(1) Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon -hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon Human Placental Lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta Placental Enzyme Insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu post partum. (Bowes, 1991: 1)
(2) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 sampai 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari. (Bowes, 1991: 2).
c) Abdomen
Apabila wanita berdiri dihari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan dinding abdomen wanita itu akan rileks.
d) Sistem urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid tang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan.
(1) Komponen urine
Glukosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal.
(2) Diuresis Pasca partum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang terimbun di jaringan selama ia hamil.
(3) Uretra dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir.
e) Sistem Pencernaan
(1) Nafsu makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan.
(2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang sikat setelah bayi lahir.
(3) Defekasi
BAB secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
f) Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, Human Chorionic Gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) akan menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
(1) Ibu tidak menyusui
Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui, kadar prolaktin akan turun dengan cepat.
(2) Ibu yang menyusui
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari.
g) Sistem Kardiovaskuler
(1) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
(2) Curah jantung
Denyut jantung setelah melahirkan akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
(3) Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat dan pasti terjadi.
(4) Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil.
h) Sistem Neurologi
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan.
i) Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum.
j) Sistem integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir.
k) Sistem Kekebalan
Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.
(Bobak, 2005: 496-502).

d. Perawatan Pasca Persalinan
1) Perawatan pasca persalinan adalah:
a) Mobilisasi
Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan menganjurkan ibu nifas untuk melakukan mobilisasi dini (early mobilization), hal ini mempunyai keuntungan yaitu:
(1) Memperlancar pengeluaran lochea.
(2) Mempercepat involusi.
(3) Melancarkan fungsi alat gastroinstensinal dan alat perkemihan.
(4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
b) Kebersihan Diri
(1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh/personal hygiene.
(2) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan ibu mengerti untuk membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu. Dari depan ke belakang, baru membersihkan daerah anus. Nasehatkan ibu untuk membersuhkan diri setiap kali selesai buang air kecil atau besar.
(3) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut minimal dua kali sehari.
(4) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
(5) Kurang istirahat akan berpengaruh terhadap ibu, yaitu : mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan diri sendiri.
c) Istirahat
(1) Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
(2) Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta tidur siang atau beristirahat selama bayi tidur.
d) Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.
b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap harinya (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui).
d) Tablet Fe harus diminum untuk menambah gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, minum kapsul vitamin A (200.000) unit, agar memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
e) Senam Nifas
Senam nifas dilakukan untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengembalikan otot-otot yang kendur, terutama rahim dan perut yang memuai saat hamil.
Latihan senam nifas dapat diberikan mulai hari kedua misalnya:
(1) Ibu telentang lalu kedua kaki ditekuk, kedua tangan ditaruh diatas dan menekan perut. Lakukan pernapasan dada dan pernapasan perut.
(2) Dengan posisi yang sama, angkat bokong lalu taruh kembali.
(3) Kedua kaki diluruskan dan disilangkan, lalu kencangkan otot seperti menahan miksi dan defakasi.
(4) Duduklah pada kursi, perlahan bungkukkan badan sambil tangan berusaha menyentuh tumit.
(http://tikiv.blogspot.com/2008/05/ induksi-persalinan_24.html)

2) Perawatan pasca persalinan adalah sebagai berikut:
a) Mobilisasi
Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas atau sembuhnya luka. Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal. ini berguna untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea).
b) Diet
Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat 25% yaitu untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Penambahan kalori pada ibu menyusui sebanyak 500 kkal tiap hari. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga perlu memenuhi syarat, seperti susunannya harus seimbang, porsinya cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengansung alkohol, nikotin serta bahan pengawet dan pewarna. Menu makanan yang seimbang mengandung unsur-unsur, seperti sumber tenaga, pembangun, pengatur dan pelindung.
c) Miksi
Pengeluaran air seni akan meningkat 24-48 jam pertama sampai sekitar hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume darah meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan. Oleh karena itu, ibu perlu belajar berkemih secara spontan dan tidak menahan buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan. Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya bendungan air seni dan gangguan kontraksi rahim sehingga pengeluaran cairan vagina tidak lancar.
d) Defekasi
Buang air besar akan sulit karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan terbuka atau karena adanya hemoroid (wasir). Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup minum.
e) Perawatan payudara
Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu, menggunakan BH yang menyokong payudara, apabila puting susu lecet oleskan kollostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet, apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan: pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat mengisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan dan letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.

Jumat, 08 November 2013

Persalinan Normal

A. Pengertian
            Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001 ).

Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam ( Rustam Mochtar, 1998 ).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin ( Prawirohardjo, 2001 ).
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
1.   Passage (jalan Lahir)
Jailan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina dan entriotus (Lubang Luar Vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi  panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan.
Janin harus menyesuaikan dirinya terhadapap jalan  yang relative kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus di tentukan sebelum persalinan dimulai.
  1. Passanger (janin dan plasenta)
Passenger atau jalan bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interkasi beberapa factor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin karena plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka dia juga dianggap sebagai bagianb dari passenger yang menyertai janin, namun plasenta jarang menghambat proses persalinan  pada kehamilan normal.
  1. Power (kekuatan)
Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontaksi  involunter dan volenter secara bersamaan  untuk mengeluarkan janin dan  plasenta dari eterus. Kontraksi involunter disebut juga kekuatan primer, menandai dilmulainya persalinan. Apabila serviks berdilitasi, usaha volenter dimulai untuk mendorong yang disebut kekuatan skunder, dimana kekuatan ini memperbesar kekuatan kontraksi invonlenter.

C. Sebab-sebab Mulanya Persalinan
            Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulanya kekuatan his. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa teori yang memungkinkan terjadinya persalinan.
1.      Teori keterangan
Otot rahim mempunyai kemampuan untuk merenggang  dalam batas tertentu setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi  sehinggapersalinan dapat dimulai. Keadaan eterus yang terus membesar da menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot eterus.
2.      Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana ternadu penimbunan  jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan 2 buntu.
3.      Teori oksitosin internal
Dikeluarkan oleh kelenjar hipotise parst perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat menyebabkan terjadinya Braxton hiks.
4.      Teori prostaglandin
Sejak umtur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan.
5.      Teori Hipotalamus-ptuitari dan Gladula Suprarenalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensepalus, sering terjadi keterlambatan persalinan karena  tidak terbentuk hipotalasmus.
6.      Teori berkurangnya nutrisi
Demikian oleh hipokrates untuk pertamakalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

D. Tanda-tanda Permulaan Persalinan
1.   Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteru menurun.
2.   perasaan seing-sering kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin
3.   Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresi bertambah bisa bercampur darah.

E. Tanda-tanda Inpartu
1.   Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur keluar.
2.   Pada pemeriksaan dalam  serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

F. Tahapan Persalinan
         Menurut saifuddin (2006) persalinan dapat dibagi empat kala yaitu : kala 1
1.  Inpartu
Terdapat tanda-tanda persalinan :
a.       Pembukaan serviks 4 cm
b.      His adekuat (teratur minimal 2x dalam 10 menit selama 40 detik)
c.       Keluar lendir darah dari vagina
  1. Kemajuan Persalinan
Kemajuan persalinan sesuai dengan partograf
  1. kemajuan persalinan bermaslah seperti :  partus macet/tidak maju, inersia uteri, dsb.
Kemajuan persalinan tidak sesuai  dengan partograf, melewati garis waspada.
  1. Kegawatdaruratan persalinan
Ditemukan tanda-tanda legawatdaruratan ibu atau bayi, bila tidak ditolong segera dapat menyebabkan kematian.
Kala II
  1. Kala II berjalan dengan baik
  2. kegawatdaruratan kala II
Adanya kemajuan penurunan kepala janin :
a.       Kondisi ibu dan janin yang butuh pertolongan segera seperti eklamasia
b.      Denyut jantung janin brakiadi/tarkiadi, penurunan bagian janin terhenti,karena kelelahan ibu dan lain-lain.
  1. Persalinan normal
Persalinan spontan melalui vagina, bayi tunggal,cukup bulan.
Kala III
Persalinan kala III normal
  1. Bayi telah lahir, plasenta lahir eksimum 30 menit pengeluaran darah  total lebih  dari 500 cc atau ibu tidak tampak pucat
  2. kontaksi uterus (+), membulat teramat keras
  3. tampak lati pusat bertambah panjang
  4. bayi tidak ada tanda-tanda kesulitan bernafas

kala IV
1.      Persalinan Kalil IV normal
a.       Pengeluaran darah total tidar lebih dari 500 cc
b.      Ibu tidak tampak pucat
c.       Kontraksi eterus (+), membulat teramat keras
d.      Tanda vital ibu dalam batas normal
2.      Involusi normal
a.         Posisi fundus uteri setinggi atau dibawah pusat, tonus uterus tetap berkontraksi.
b.         Pengeluaran darah tidak berlebihan
c.         Cairan tidak berbau
3.      Kalil IV dengan penyulit
a.         Sub involusi uterus, tonus tidak keras, posisi uterus diatas pusat
b.         Pengeluaran darah berlebihan (>500cc)
c.         Robekan jalan lahir
d.         Sebagian plasenta tertinggal
e.         Tanda virtal tidak normal.